Opini Publik dalam Aksi 212

Ajaibnya Aksi 212


BANGSA Indonesia khususnya umat Islam mencatat sejarah baru pada Jum’at 12 Desember 2016. Untuk pertama kalinya, umat Islam melaksanakan shalat Jum’at terbesar yang dilaksanakan  di Tugu Monumen Nasional (Monas) dengan shaf yang tertib.
Hari itu, umat Islam dari segala penjuru daerah berbondong-bondong datang ke jantung Ibu Kota untuk satu tujuan; membela al-Qur’an. Menurut rilis resmi  Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), forum yang menyelenggarakan acara ini, jumlah umat yang hadir di Monas berkisar 6 – 7 juta orang.
Dengan jumlah massa sebesar itu, logikanya sangat sulit mengatur barisan, ketertiban, kendaraan, kebutuhan makanan, kebutuhan buang air dan lain-lain.
TIDAK ada yang bisa menyatukan umat Islam selain Al-Quran. Itulah kesimpulan paling berlasan untuk menilai Aksi Bela Islam II juga sering disebut Aksi 212 di Jakarta yang diikuti umat Islam dari seluruh Indonesia. Beberapa pihak mengatakan, aksi tersebut adalah yang terbesar semenjak lahirnya Republik Indonesia.
Belum pernah ada aksi serupa sebelumnya yang mampu menghadirkan jumlah massa yang begitu banyak. Al-Quran menjadi magnet yang menyatukan umat Islam dari apapun latar belakang kelompoknya. Sebelum aksi tersebut, beberapa kawan penulis membicarakan rencananya mengikuti aksi bela Islam 212 ke Jakarta. Beberapa di antaranya penulis ketahui menghutang disana-sini untuk membeli tiket pesawat.
“Apakah kita rela tidak menjadi bagian dari umat Islam yang membela Al-Quran saat dinista?,” kata seorang teman penulis menjelaskan motivasinya mengikuti Aksi 212 ke Jakarta.
Di media online dan sosial media, kita juga dapati kabar peserta aksi 212 dari Ciamis yang berjalan kaki menuju Jakarta. Di jalanan mereka disambut penuh haru oleh masyarakat. Sebagian yang lain tetap mengikuti aksi meksipun dicegah dengan berbagai cara. Menakjubkan.
Namun, selalu ada alasan kalangan tertentu untuk nyinyir menyikapi aksi-aksi yang dilakukan oleh umat Islam, mulai dari tuduhan “ditunggangi pihak tertentu”, “dibayar”, “ditunggangi Islam radikal” dan sebagianya. Tujuannya tidak lain adalah untuk melemahkan semangat umat Islam dalam membela Al-Quran. Begitulah mereka mencoba menutupi kebenaran. Namun, kebenaran akan tetap terlihat meskipun ditutup-tutupi.
Allah Shalallhu ‘Alaihi Wassallam berfirman: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At Taubah 32).
Apa yang luar biasa dari Aksi 212 tersebut bukan hanya tentang bagaimana umat Islam bisa bersatu, tapi juga aksi yang berlangsung dengan cara sangat Islami.
Umat Islam tentu sangat marah dengan penistaan agama oleh yang dilakukan oleh Ahok, namun kemarahan itu mampu mereka tunjukkan dengan wajah Islam yang ramah. Artinya, umat Islam di Indonesia sangat semangat dan tegas membela Islam, namun mereka tetap santun dan damai. Baik massa aksi, maupun para tokoh umat Islam.
Oleh sebab itu, Aksi 212 tersebut telah menunjukkan bagaimana kelas umat Islam Indonesia kepada dunia. Di dalam negeri, hampir semua headline media memuji aksi tersebut sebagai aksi yang damai.
Tetapi, Aksi 212 memang ajaib. Jutaan jamaah patuh pada komando Habib Rizieq Shihab (HRS) dan KH Bachtiar Nasir atau akrab disapa Ustad Bachtiar Nasir (UBN). Tentu jutaan orang itu bukan jamaah pengajian Habib Rizieq dan Kiai Bachtiar.
Banyak sekali diantara mereka bahkan belum pernah berjumpa dengan keduanya. Namun, dalam aksi ini semua patuh dan tunduk. Bahkan menurut Kapolri Jendral Tito Karnavian, jam 4.30 sore lalu lintas Jakarta beranjak normal. Padahal jamaah bubar dari Monas jam 2 siang.
Tujuh juta manusia bubar secara tertib, bersih tidak menyisakan sampah hanya dalam waktu 2,5 jam. Itu termasuk ribuan kendaraan mereka. Sebaliknya, jutaan orang menyemai kebaikan, saling menebar senyum, membantu sesama, saling berlomba-lomba beramal shalih dan memberikan bagian terbaik pada Islam.
Sebuah fenomena yang menakjubkan. Tetapi yang lebih membahagiakan lagi, jamaah Aksi 212 sangat patuh pada ulama yang memimpin. Energi 212 melahirkan kepemimpinan baru ulama-muda yang lebih disegani umat dibanding ulama-ulama organisasi massa Islam mainstream.
Siapa sangka, Habib Rizieq yang banyak mendapat stigma negatif media massa dan Barat, kini justru lebih diterima (mungkin lebih dicintai) jutaan umat Islam ini?
Banyak yang kagum, ternyata Habib Rizieq sosok leader yang tangguh, orator yang baik dan sosok yang cerdik. Tokoh yang selalu disematkan kekerasan sebaliknya menunjukkan aksi kedamaian dan simpatik. Jika media mau jujur, Habib Rizieq adalah Man of The Year. Tapi tidak perlu berharap, sebab fenomena ini tidak akan mampu dibaca pada orang-orang yang landasaannya hanya berdasarkan kalkulasi politik dan HAM ala Barat.
Menariknya lagi,  follower dua tokoh tadi (HRS dan UBN) saat ini melintasi ormas-ormas Islam yang ada. Dengan kata lain, mereka semua adalah anggota ormas-ormas Islam yang dianggap mapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Album `V` Maroon 5

Kilas Balik Dunia Pendidikan Indonesia

Perbedaan Dunia Sekolah antara Indonesia dengan Australia